BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Budaya
atau kebudayaan
berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Menurut ilmu
Antropologi, “kebudayaan” adalah keseluruhan
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Dalam
aneka ragam kebudayaan dan masyarakat, terdapat konsep suku bangsa, konsep
daerah kebudayaan, daerah kebudayaan di Amerika Utara dan Amerika Latin,
sub-sub kawasan geografi di oceania, daerah kebudayaan di Afrika dan Asia,
suku-suku bangsa di Indonesia, ras, bahasa, dan kebudayaan yang akan kita bahas
dalam makalah ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
ANEKA
RAGAM KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT
A.
Konsep
Suku Bangsa
1.
Suku
Bangsa
Setiap
kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat baik berwujud sebagai komunitas
desa, kota, sebagai kelompok kekerabatan, atau kelompok adat yang lain, bisa
menampilkan suatu corak khas yang terutama terlihat oleh orang di luar warga
masyarakat yang bersangkutan. Berdasarkan atas corak khususnya tadi, suatu
kebudayaan dapat dibedakan dari kebudayaan lain.
Pokok
perhatian dari suatu deskripsi etnografi adalah kebudayaan-kebudayaan dengan
corak khas seperti itu. Istilah etnografi untuk suatu kebudayaan dengan corak
khas adalah ”suku bangsa” (dalam bahasa inggris disebut ethnic group dan bila diterjemahkan secara harfiah “kelompok etnik” ). Namun di sini digunakan istilah
“suku bangsa” saja karena sifat kesatuan dari suatu suku bangsa bukan
“kelompok” melainkan “golongan”.
Konsep
yang tercakup dalam istilah “suku bangsa” adalah suatu golongan manusia yang
terikat oleh kesadaran dan identitas akan “kesatuan kebudayaan”, sedangkan
kesadaran dan identitas tadi sering kali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh
kesatuan bahasa juga. Jadi, “kesatuan kebudayaan” ditentukan oleh warga
kebudayaan bersangkutan itu sendiri.
Deskripsi
mengenai kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan isi dari sebuah
karangan etnografi. Namun karena ada suku bangsa yang besar sekali, terdiri
dari berjuta-juta penduduk(seperti suku bangsa sunda), maka ahli antropologi
yang membuat sebuah karangan etnografi sudah tentu tidak dapat mencakup
keseluruhan dari suku bangsa besar itu dalam deskripsinya. Umumnya ia hanya
melukiskan sebagian dari kebudayaan suku bangsa itu.
2.
Beragam
Kebudayaan Suku Bangsa
Seorang
antropolog tentu menghadapi masalah perbedaan asas dan kompleksitas dari unsur
kebudayaan. Para antropolog sebaiknya membedakan kesatuan masyarakat suku-suku
bangsa di dunia berdasarkan atas kriteria mata pencarian dan sistem ekonomi ke
dalam enam macam (a) masyarakat pemburu dan peramu (hunting and gathering societies), (b) masyarakat peternak (pastoral societies), (c) masyarakat
peladang (societies of shifting
cultivators), (d) masyarakat nelayan (fishing
communities), (e) masyarakat petani pedesaan (peasant communities), dan (f) masyarakat perkotaan kompleks (complex urban societies).
Kebudayaan
suku bangsa yang hidup dari berburu dan meramu (hunting and gathering societies) pada bagian terakhir abad ke-20
ini sudah hampir tidak ada lagi di muka bumi ini. Mereka kini tinggal di
daerah-daerah terisolasi di daerah-daerah pinggiran atau daerah-daerah
terpencil yang karena keadaan alamnya tidak suka didiami oleh bangsa-bangsa lain.
Di Negara kita suku-suku bangsa yang hidup dari meramu, yaitu meramu sagu,
masih ada di daerah-daerah rawa-rawa di
pantai-pantai Irian Jaya.
Kebudayaan
peternak yang hidup dalam pastoral
societies hingga kini masih ada di daerah-daerah padang rumput stepa atau
sabana di Asia Barat Daya, Asia Tengah, Siberia, Asia Timur Laut, Afrika Timur,
atau Afrika Selatan.
Kehidupan
suku-suku peternak berpindah-pindah dari suatu perkemahan ke perkemahan lain
dengan menggembala ternak mereka menurut musim-musim tertentu. Mereka memerah
susu ternak lalu membuat menjadi mentega, keju, dan hasil olahan lain dari susu
yang dapat disimpan lama. Selama berpindah-pindah mereka harus menjaga
ternaknya dengan baik agar tidak di curi oleh kelompok-kelompok peternak
lainnya. Jumlah ternak yang mereka miliki sering kali mencapai beratus-ratus
ekor sapi atau domba. Kehidupan seperti itu menyebabkan bahwa bangsa-bangsa
peternak itu sering sangat agresif sifatnya.
Para
peladang di daerah tropis (pengairan sungai kongo Afrika Tengah, Asia Tenggara
termasuk Indonesia(di luar jawa dan bali), dan di daerah pengairan Amazon di
Amerika Selatan) mempergunakan teknik bercocok tanam yang sama. Mereka mulai
dengan membersihkan belukar bawah dalam hutan, kemudian menebang pohon-pohon
dan membakar daun-daun, dahan, dan balok-balok pohon yang ditebang. Di ladang
yang di buka di tengah hutan secara demikian, mereka menanam berbagai macam
tanaman tanpa pengolahan tanah yang intensif (hanya seperlunya saja), dan tanpa
irigasi. Apabila setelah dua-tiga kali panen tanah tidak menghasilkan lagi
karena kehabisan zat-zatnya, maka ladang ditinggalkan, dan mereka membuka
ladang yang baru di hutan sampingnya, dengan teknik yang tetap sama.
Bercocok
tanam di ladang merupakan suatu mata pencarian yang dapat juga menjadi dasar
suatu peradaban yang kompleks dengan masyarakat perkotaan, sistem kenegaraan,
dan seni bangunan serta pertukangan yang tinggi.
Kebudayaan
nelayan yang hidup dalam fishing
communities ada di seluruh dunia: di sepanjang pantai, baik dari negara-negara
yang berada di pinggir benua-benua, maupun di pulau-pulau. Secara khusus
desa-desa nelayan itu biasanya terletak di daerah muara-muara sungai atau di
sekitar sebuah teluk.
Kebudayaan
petani pedesaan, yang hidup dalam peasant
communities pada masa sekarang merupakan bagian terbesar dari objek
perhatian para ahli antropologi, karena suatu proporsi terbesar dari penduduk
dunia masa kini memang masih merupakan petani yang hidup dalam
komunitas-komunitas desa, yang berdasarkan pertanian, khususnya bercocok tanam
menetap secara tradisional dengan irigasi. Hampir semua masyarakat pedesaan di
Indonesia, dan khususnya di Jawa, merupakan peasant
societies yang berdasarkan bercocok tanam dengan irigasi secara tradisional
dan penduduk yang orientasi kebudayaannya merupakan golongan pegawai (kebudayaan
priyayi) di kota-kota administratif.
Kebudayaan
perkotaan yang kompleks telah menjadi objek perhatian para ahli antropologi,
terutama sesudah Perang Dunia II. Pada masa itu timbul banyak negara baru bekas
jajahan, dengan penduduk yang biasanya terdiri dari banyak suku bangsa,
golongan bahasa, atau golongan agama, dalam wadah satu negara nasional yang
merdeka.
Masalah
yang berhubungan dengan gejala hubungan interaksi antarsuku bangsa di kota-kota
besar dan juga beberapa masalah yang menjadi pokok perhatian antropologi
spesialisasi, sebagian besar juga timbul di kota-kota, menyebabkan ada
perhatian luas dari para ahli antropologi terhadap masyarakat kota, dan
timbulnya subilmu antropologi spesialisasiyang disebut “antropologi perkotaan” (urban anthropology).
B.
Konsep
Daerah Kebudayaan
Suatu daerah kebudayaan
adalah suatu daerah pada peta dunia yang oleh para ahli antropologi disatukan
berdasarkan persamaan unsur-unsur atau ciri-ciri kebudayaan yang mencolok. Dengan
pengolongan seperti itu, berbagai suku bangsa yang tersebar di suatu daerah di
muka bumi diklasifikasikan berdasarkan unsur-unsur kebudayaan yang menunjukkan
persamaaan, untuk memudahkan para ahli antropologi melakukan penelitian analisa
komparatif.
Ciri-ciri kebudayaan yang dijadikan dasar dari suatu pengolongan daerah kebudayaan bukan
hanya unsur-unsur kebudayaan fisik saja (misalnya alat-alat yang digunakan
berbagai jenis mata pencaharian hidup, yaitu alat bercocok tanam, alat berburu,
dan alat transportasi, senjata, bentuk-bentuk ornamen, gaya pakaian, bentuk rumah, dsb),
tetapi juga unsur-unsur kebudayaan abstrak seperti unsur-unsur organisasi
kemasyarakatan, system perekonomian, upacara keagamaan, adat istiadat dll.
Persamaan ciri-ciri mencolok dalam suatu daerah kebudayaan biasanya hadir lebih
kuat pada kebudayaan-kebudayaan yang menjadi pusat pada kebudayaan yang
bersangkutan, dan makin tipis didalam kebudayaan-kebudayaan yang jaraknya makin
jauh dari pusat tersebut.
C.
Daerah-daerah
Kebudayaan di Amerika Utara
Kesembilan
daerah kebudayaan di Amerika Utara menurut klasifikasi Clark Wissler adalah:
1. Daerah kebudayaan Eskimo
2. Daerah kebudayaan Yukon-Mackenzie
3. Daerah kebudayaan pantai barat laut
4. Daerah kebudayaan dataran tinggi
5. Daerah kebudayaan Plains
6. Daerah kebudayaan hutan timur
7. Daerah kebudayaan Dataran
California (California Great Basin)
8. Daerah kebudayaan barat daya
9. Daerah kebudayaan tenggara
10. Daerah kebudayaan Meksiko
D.
Daerah-daerah
Kebudayaan di Amerika Latin
1.
Sistem
Penggolongan Daerah-daerah Kebudayaan di Amerika Latin
Benua
Amerika Selatan dan Amerika Tengah pertama-tama dibagi ke dalam daerah-daerah
kebudayaan Amerika Latin oleh J.M. Cooper. Sistem itu membedakan adanya empat
tipe kebudayaan di Amerika Latin, yaitu: (1) Circum Caribbean Cultures; (2)
Andean Civilization; (3) Tropical
Forest Cultures; (4) dan Marginal
Cultures.
Suatu
sistem pembagian daerah-daeerah kebudayaan yang lebih detail dibuat oleh G.P.
Murdock, yang membagi seluruh benua ke dalam 24 culture areas.
Dalam
buku J.H. Steward dan L.C. Faron berjudul Native
Peoples of South America (1959) yang merupakan suatu ikhtisar dari seluruh
bahan yang tercantum dalam Handbook of
the South American Indians, pada dasarnya masih juga di pakai sistem
klasifikasi Cooper, tetapi dengan beberapa perbaikan menjadi lima tipe, yaitu:
(1) Cultures with Theocratic and
Militaristic Chiefdoms; (2) Andean
Cultures; (3) Southern Andean
Cultures; (4) Tropical Forest
Cultures; dan (5) Cultures of Nomadic
Hunters and Gatheres.
2.
Daerah-daerah
Kebudayaan di Amerika Latin
a.
Daerah kebudayaan Cacique meliputi
kebudayaan-kebudayaan yang dulu maupun sekarang tersebar di Kepulauan Karibia,
di Negara-negara Venezuela dan Columbia bagian utara, di Equador dan Bolivia
bagian timur.
b.
Daerah kebudayaan Andes meliputi daerah dari kebudayaan zaman Pre-Inca, zaman
kejayaan Negara Inca di pegunungan Andes, dan suku-suku bangsa rakyat Indian
dalam zaman setelah runtuhnya Negara Inca di Negara Peru dan Bolivia bagian
barat.
c. Daerah kebudayaan Andes Selatan meliputi
kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup di bagian utara Negara Chili dan
Argentina.
d.
Daerah kebudayaan rimba tropis meliputi kebudayaan suku-suku bangsa di perairan
sungai Amazon dan anak-anak sungainya, serta di bagian besar dari Negara Brazil.
e. Daerah kebudayaan berburu dan meramu adalah
daerah yang dulu oleh Cooper disebut Marginal
culture Area, dan meliputi kebudayaan suku-suku bangsa yang tidak mengenal
bercocok tanam.
E.
Sub-sub
Kawasan Geografi di Oceania
Kebudayaan-kebudayaan
dari penduduk kepulauan di Lautan Teduh dalam keseluruhan belum pernah dibagi
ke dalam culture areas oleh para ahli
antropologi, dan memang lebih mudah untuk menggolongkan beragam kebudayaan yang
tersebar di beratus-ratus kepulauan di kawasan itu menurut empat subkawasan
geografis, yaitu: kebudayaan penduduk asli Australia, Irian dan Melanesia,
Mikronesia, dan Polinesia. Walaupun pembagian itu merupakan suatu pembagian
yang terutama berdasarkan ciri-ciri geografi, namun tampak juga perbedaan
secara umum mengenai ciri-ciri antropologi fisik, bahasa, sistem
kemasyarakatan, dan kebudayaan dari penduduk yang mendiami masing-masing empat
subkawasan dari oseania itu.
F.
Daerah-daerah
kebudayaan di Afrika
Berikut ini
kedelapanbelas Kombinasi pembagian daerah kebudayaan Afrika :
1.
Daerah kebudayaan Afrika Utara
2.
Daerah kebudayaan Hilir Nil
3.
Daerah kebudayaan Sahara
4.
Daerah kebudayaan Sudan Barat
5.
Daerah kebudayaan Sudan Timur
6.
Daerah kebudayaan Hulu Tengah Nil
7.
Daerah kebudayaan Afrika Tengah
8.
Daerah kebudayaan Hulu Selatan Nil
9.
Daerah kebudayaan Tanduk Afrika
10.
Daerah kebudayaan Pantai Guinea
11.
Daerah kebudayaan ”Bantu” Khatulistiwa
12.
Daerah kebudayaan “Bantu” Danau-danau
13.
Daerah kebudayaan “Bantu” Timur
14.
Daerah kebudayaan “Bantu” Tengah
15.
Daerah kebudayaan “Bantu” Barat Daya
16.
Daerah kebudayaan “Bantu” Tenggara
17.
Daerah kebudayaan Choisan
18.
Daerah kebudayaan Madagaskar
G.
Daerah-daerah
kebudayaan di Asia
1. Daerah
Kebudayaan Asia Tenggara
2. Daerah
Kebudayaan Asia Selatan
3. Daerah
Kebudayaan Asia Barat Daya
4. Daerah
Kebudayaan Cina
5. Daerah
Kebudayaan Stepa Asia Tengah
6. Daerah
Kebudayaan Siberia
7. Daerah
Kebudayaan Asia Timur Laut
H.
Suku-suku
Bangsa di Indonesia
Klasifikasi dari
berbagai suku bangsa di wilayah Indonesia biasanya masih berdasarkan sistem
lingkaran-lingkaran hukum adat, yaitu:
1. Aceh
2. Gayo-Alas dan Batak, 2a. Nias dan Batu
3. Minangkabau, 3a.
Mentawai
4. Sumatera Selatan, 4a. Enggano
5. Melayu
6. Bangka dan Belitong
7. Kalimantan
8. (8.a) Sangir-Talaud
9. Gorontalo
10. Toraja
11. Sulawesi selatan
12. Ternate
13. Ambon Maluku, 13a.
kepulauan Barat Daya
14. Irian
15. Timor
16. Bali dan Lombok
17. Jawa Tengah dan Timur
18. Surakarta dan Yogyakarta
19. Jawa Barat
I.
Ras,
Bahasa dan Kebudayaan
Sejumlah manusia yang memiliki
ciri-ciri ras tertentu yang sama, belum tentu mempunyai bahasa induk yang
termasuk satu rumpun bahasa, apalagi mempunyai satu kebudayaan yang tergolong
satu daerah kebudayaan. Misalnya ada beberapa orang Thai, beberapa orang Khmer,
dan beberapa orang sunda. Ketiga golongan itu mempunyai ciri-ciri ras yang
sama, yang dalam ilmu antropologi fisik sering kali disebut ciri-ciri ras
Paleo-Mongoloid. Namun bahasa induk masing-masing orang tadi termasuk keluarga
bahasa yang sangat berlainan. Bahasa Thai termasuk keluarga bahasa
Sino-Tibetan; bahasa Khmer termasuk keluarga bahasa Austro-Asia, dan bahasa
sunda termasuk keluarga bahasa Austronesia. Demikian pula kebudayaan ketiga
gabungan orang-orang itu berlainan satu dengan yang lain. Kebudayaan Thai dan
Khmer terpengaruh oleh agama Buddha Theravada, tetapi kebudayaan sunda
terpengaruh oleh agama Islam.
Dalam zaman sekarang ini,
komunikasi antara manusia dan mobilitas manusia di seluruh penjuru muka bumi
kita ini makin meluas, maka pembauran antara manusia dari beragam ras, beragam
bahasa, dan beragam kebudayaan juga menjadi makin intensif. Walaupun demikian,
untuk keperluan analisis antropologi secara histori kita perlu mengetahui
pola-pola penyebaran yang asli dari beragam ras, bahasa, dan kebudayaan di muka
bumi.
BAB III
KESIMPULAN
Bahwa dalam aneka ragam kebudayaan dan
masyarakat terdapat konsep suku bangsa yang terdiri dari suku bangsa dan
beragam kebudayaannya, konsep daerah kebudayaan yang mengklasifikasikan beragam
suku bangsa berdasarkan persamaan unsur kebudayaannya, daerah kebudayaan di
Amerika Utara yang diklasifikasikan menjadi Sembilan daerah kebudayaan menurut
Clark Wissler, daerah kebudayaan Amerika Latin tentang sistem penggolongan
daerah kebudayaan dan daerah kebudayaannya, empat sub kawasan geografi dari
oceania, delapanbelas daerah kebudayaan di Afrika, tujuh daerah kebudayaan di
Asia, sembilanbelas suku bangsa di Indonesia, ras, bahasa, dan kebudayaan.
PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat, semoga apa
yang telah kami uraikan dalam makalah ini terutama dalam aneka ragam kebudayaan
dan masyarakat dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca. Dan tidak lupa
apabila ada kesalahan baik itu dalam penulisan ataupun dalam penguraiannya kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Koentjaraningrat. 2009.
“Pengantar Ilmu Antropologi”. Jakarta
: Rineka Cipta.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Budaya
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=103850
Halo Admin :)
BalasHapusSaya sangat suka dengan postingan foto-fotonya :)
Perkenalkan, saya Dewi dari tim kumpulbagi. saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi foto-foto,video,menggunakan hosting yang lain dengan tujuan promosi ? :)
Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.
Oh ya, di sana anda bisa dengan bebas mendowload foto-foto,video dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)
Terima kasih.
Salam.
dewi